Hidup bersekutu itu terjadi karena setuju secara pribadi. Yang harus setuju adalah yang akan menikah. Dan persetujuan itu dilakukan secara pribadi, tidak tergantung pada siapapun, bahkan juga pada pasangannya. Maka, rumusannya yang tepat adalah: “Saya setuju untuk melangsungkan pernikahan ini, tidak peduli orang lain setuju atau tidak, bahkan tidak peduli juga pasangan saya setuju atau tidak”.“Lalu bagaimana kalau pasangan saya kurang atau bahkan tidak setuju?. Dia hanya pura-pura setuju”. Kalau demikian, bukankah pihak yang setuju dapat dirugikan? Ya, inilah resiko cinta sejati. Cinta sejati di sini berarti saya setuju untuk mengikatkan diri dengan pasangan, saya setuju untuk menyerahkan diri kepada pasangan, saya setuju untuk menjaminkan diri pada pasangan; juga kalau akhirnya persetujuan saya ini tidak ditanggapi dengan baik/ sesuai dengan kehendak saya. Yang menjadi dasar pemahaman ini adalah karena setiap mempelai membawa cinta Kristus sendiri. Kristuspun tanpa syarat mengasihi kita, Kristus tanpa syarat menerima kita dan memberikan Diri-Nya bagi kita.
Persetujuan pribadi untuk bersekutu itu nilainya sama dengan sumpah/janji dan bersifat mengikat seumur hidup. Sebab persetujuan itu mengikutsertakan seluruh kehendak, pikiran, kemauan, perasaan. Pokoknya seluruh kepribadian. Maka dinyatakan bahwa persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali. Sebab, penarikan kembali pertama-tama berarti pengingkaran terhadap diri sendiri, pengingkaran terhadap kebebasannya sendiri, pengingkaran terhadap cita-cita dan kehendaknya sendiri. Tetapi, kemudian, juga berarti bahwa pribadinya sudah tidak menjadi utuh kembali.