Sakramen Perkawinan
Perayaan Ekaristi Hari Minggu Sabtu: 18.00; Minggu: 06.30, 08.30, 17.00
Perayaan Ekaristi Harian Senin - Sabtu: 05.30

Setia dalam hal apa? Empat hal yang sudah diuraikan di atas, yakni persekutuan hidup antara seorang pria dan seorang wanita, memelihara dan memperkembangkan persetujuan pribadi, membangun saling mencintai sebagai suami-istri, membangun hidup berkeluarga yang sehat. Tidak melaksanakan salah satunya berarti sudah tidak setia. Apalagi kalau kemudian mengalihkan perhatiannya kepada sesuatu yang lain: membangun persekutuan yang lain, membuat persetujuan pribadi yang lain, membangun hubungan saling mencintai sebagai suami-istri dengan orang lain, membangun suasana kekeluargaan dengan orang lain (juga saudara): ini dosanya besar sekali.

Satu pedoman untuk kesetiaan yang sempurna adalah Kristus sendiri. Ia setia kepada tugas perutusanNya, Ia setia kepada BapaNya, Ia setia kepada manusia, kendati manusia tidak setia kepada-Nya.

Persekutuan perkawinan terjadi oleh dua pihak, yakni oleh suami dan istri. Maka, tidak ada instansi atau siapapun yang akan dapat memutuskan persetujuan pribadi itu. Bahkan suami-istri itu sendiripun tidak dapat memutuskannya, sebab persekutuan itu dibangun atas dasar kehendak Tuhan sendiri. Dan Tuhanlah yang merestuinya. Maka, pemutusan persekutuan perkawinan bisa dipandang sebagai pemotongan kehidupan pribadi suami/istri. Ini bisa berarti pembunuhan, karena pribadi itu dihancurkan.

Pengecualian ini didengar tidak enak. Namun, nyatanya, misteri kematian tidak terhindarkan. Karena kematian yang wajar, persetujuan pribadi itu menjadi batal, karena pribadi yang satu sudah tidak mampu lagi secara manusiawi melaksanakan persetujuannya.